Printed
Anti Partai
Bab I Partai Politik dan Demokratisasi 3-50
Bab II Institusionalisasi Politik 51-111
Bab III Pemilu 2009 113-159
Bab IV Nasionalisme Kebangsaan 161-188
Hans J Morgenthau mengistilahkan esensi politik dengan the struggle for power, perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan. Determinasi institusional partai dan person kerapkali berwawasan pragmatisme yang kental. Dalam terma ini, resiprokalitas prilaku elit serta laku ambiguitas semakin kentara dengan menjalin komunikasi koalisi yang hanya menguntungkan diantara mereka saja serta menafikan kepentingan rakyat.
Buah dari itu semua adalah ketidakpercayaan (untrust) mayoritas masyarakat terhadap partai dan sistem kepartaian di Indonesia. Tingginya angka "golongan putih" (golput) dalam berbagai Pilkada bahkan Pemilu menjadi indikasi sangat fundamental bahwa memang masyarakat semakin tidak percaya terhadap "pelaku-pelaku" partai yang hanya "manis di bibir dan lain di hati". Rupanya masyarakat jengah dan sangat mafhum bahwa kebohongan bagi para politisi adalah keniscayaan.
Robert Agger (1961) mengatakan bahwa secara politis, sinisme politik menampilkan diri dalam perasaan bahwa politik adalah urusan kotor, politisi tidak dapat dipercaya, kekuasaan diselenggarakan oleh orang-orang "tanpa muka", dan lain sebagainya.
Alergi terhadap segala prilaku partai politik adalah tahapan yang paling akut dari sinisme politik tersebut. Suatu kondisi psikologis yang jelas sangat tidak kondusif bagi upaya membangun sistem demokrasi multipartai yang absah dan efektif sebagai penyeimbangkan antara aspek representativeness (perwakilan) dan governability (pemerintahan).
Tidak tersedia versi lain