Printed
Dyah Pitaloka: Korban Ambisi Politik Gajah Mada
Gajah Mada tidak ingin Kerajaan Sunda menjadi kerikil dalam Kerajaan Majapahit. Untuk melengkapi keberhasilannya menyatukan Nusantara, Majapahit harus menaklukkan Sunda. Bila kekuatan angkatan perang tidak mungkin, cara lainnya adalah melalui pernikahan.
Pernikahan Dyah Pitaloka dengan Raja Majapahit, bagi Gajah Mada, bukanlah perkawinan antara seorang raja dengan putri dari dua kerajaan, melainkan penyerahan upeti sebagai tanda takluk Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada, melalui Sumpah Palapa, telah mengukuhkan simbol dirinya sebagai sosok patih yang ambisius.
Ambisinya itu tidak hanya membumihanguskan Kerajaan Sunda, juga dirinya sendiri. Pahlawan terbesar sepanjang sejarah Majapahit itu, orang yang pertama kali menyatukan seluruh Nusantara, akhirnya menjadi buronan negerinya sendiri. Nama besarnya runtuh karena hanya mementingkan ambisi dan mengabaikan sesuatu yang tak kalah besar: Cinta.
Berbahan baku sejarah, novel ini bercerita tentang nilai sebuah kesetiaan dan pengkhianatan.
Jamal, penulis novel
Ending yang menyentuh. Sebuah "dongeng" sejarah yang manis.
Noviana Kusumawardhani, pencinta novel, praktisi periklanan
Novel ini adalah fiksi yang realistis sekaligus realitas yang fiktif. Di dalamnya ditemukan kesadaran sejarah pengarangnya seperti karya-karya Pramoedya Ananta Toer, juga kearifan bahasa seperti selalu ditemukan dalam novel-novel Remy Sylado.
Arief Gustaman, cerpenis, penulis skenario, pengamat film
Tidak tersedia versi lain