Printed
Satu Selat Dua Nakhoda 1824–2009: Sejarah Wilayah Perbatasan Batam-Singapura
Perkembangan wilayah perbatasan antara Batam, Indonesia, dan Singapura. Batas-batas kedua wilayah dan dinamika penyelesaian perbatasannya dari tahun 1824 (Traktat London) hingga tahun 2009.
Selama periode kolonial, Belanda dan Inggris telah merintis penyelesaian perbatasan wilayah Indonesia dan Singapura. Prioritas mereka lebih pada pembagian lingkup pengaruh (space of influence) masing-masing penguasa kolonial dan berkaitan dengan masalah keamanan. Penyelesaian perbatasan yang melibatkan kedua kekuasaan kolonial itu pun bukan wewenang dari para penguasa setempat, melainkan diputuskan di London dan Amsterdam, tidak di negeri jajahan. Para penguasa kolonial di negeri jajahan hanya menginformasikan dan mengusulkan kepada masing-masing negara induk dan menerima apapun keputusan yang dibuat di Eropa untuk diterapkan di wilayah koloni mereka. Perhatian Belanda pun hanya perbatasan darat, kurang peduli dengan perbatasan laut antara wilayah kolonialnya dengan Singapura. Hal-hal inilah yang menjadi lubang persoalan yang ditinggalkan para kolonial ketika masing-masing negara ini (Indonesia dan Singapura) merdeka.
Dinamika persoalan masyarakat Batam yang menjadi wilayah terdepan bangsa Indonesia terhadap Singapura baik dari aspek budaya, ekonomi, maupun pertahanan. Selain itu, ilegal fishing, penambangan pasir, kedatangan tenaga pekerja seks komersial asing, perompakan, perdagangan dan transaksi narkoba, penyelundupan barang dan orang, pelintas baru secara ilegal.
Tidak tersedia versi lain