Printed
Sufi Perkotaan: Menguak Fenomena Spiritualitas Ditengah Kehidupan Modern
Harus diakui bahwa terdapat perbedaan antara tasawuf yang tumbuh dan berkembang di pedesaan atau pedalaman dengan yang tumbuh di kelas menengah kota. Tasawuf yang tumbuh di pedesaan khususnya di pesantren-pesantren umumnya telah memiliki tradisi tasawuf yang sangat kuat sekali. Sementara itu, pengkaji tasawuf yang ada di kota sebaliknya. Tradisi tasawufnya begitu lemah. Selain itu, ini perbedaan yang inti dari keduanya tasawuf di pedesaan cenderung menjauhi dunia. Sementara di kota, orang sudah kaya dulu, baru mendalami tasawuf. Tasawuf di kota berimplikasi untuk menjaga stabilitas hati. Tasawuf yang tidak meninggalkan dunia dirasakan cocok untuk masyarakat kota. Setelah mereka memiliki segalanya, terasa masih ada yang kurang, dan itu adalah kekosongan batin. Jadi masyarakat perkotaan memilih tasawuf agar dapat melakukan penjelajahan batiniyyah menuju mahabbah kepada Allah. Dan tasawuf model ini, seperti yang dicoba perkenalkan di Anand Ashram Jakarta.
Para peserta di Anand Ashram mengkaji tasawuf karena beberapa faktor. Misalnya, mereka sudah muak dengan tidak adanya kepastian hukum, KKN merebak, tawuran antar anak sekolah, dan mereka khawair jika mereka dan keluarganya ikut terpengaruh dengan situasi yang carut-marut itu. Atau tidak adanya kepuasan dalam keagamaan yang dijalani selama ini. Agama kelihatan kaku dan hitam-putih. Tuhan yang disembah hanya dari sisi transendenNYA, sehingga tidak immanen pada setiap diri sang abid atau hamba.
Tasawuf adalah metode mendekatkan diri kepada Allah yang disertai dengan rasa cinta (mahabbah). Cinta itu adalah ungkapan hati atau qalbu. Oleh karena itu, obyek tasawuf lebih terarah pada hati dan jiwa seseorang. Sebab Allah itu zat immateri, tidak mungkin didekati dengan materi (jasad, tubuh, lahiriah, kasatmata). Hanya hatilah yang bisa menghadirkan Allah.
Kepuasan immateri, hati dan jiwa (batin), dengan demikian merupakan klimaks dan kulminasi kenikmatan manusia di dunia. Sebab bagaimanapun banyaknya harta, kekuasaan, jabatan, kecantikan, kemewahan, serta kenikmatan materi lainnya, cepat atau lambat pastilah akan ambruk dan sirna. Wajar jika kemudian banyak dijumpai para konglomerat, pejabat tinggi, baik sipil maupun militer, lebih mencari jalan tasawuf dibandingkan dengan orang kecil. Kenapa? Karena pada orang-orang elit inilah peluang untuk merasakan kekosongan jiwa lebih besar, Didapati bahwa kemewahan duniawi yang terpancar pada simpul-simpul harta tahta, dan wanita tidak menjadi jaminan akan terciptanya kepuasan jiwa seseorang, manakala jiwanya gersang dari sentuhan sifat-sifat ketuhanan.
Para sufi mendefinisikan ikhlas sebagai yang menjaga diri dari campur tangan mahluk. Orang yang ikhlas tidak riya' dan tidak pula munafik dalam beribadah, beramal, memberikan nasehat kepada penguasa, dan ketika berada dalam jama'ah muslim. Ada tiga tanda keikhlasan : - Manakala yang bersangkutan memandang pujian dan celaaan adalah sama di matanya, - Melupakan amal ketika beramal, - dan Ia lupa akan haknya untuk meraih pahala di akhirat karena amal itu. Keikhlasan adalah dimana nafsu tidak mendapatkan kesenangan. Sikap puas hati membuat seseorang tidak lagi terlalu berambisi mengejar kelebihan harta dan kedudukan. Mereka tetap mencari rezeki, tapi bersyukur terhadap apa yang diperoleh, dan membantu kaum lemah, manakala memperoleh kelebihan harta.
Tidak tersedia versi lain