Printed
Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21
Pergolakan peristiwa di awal abad ke-21, khususnya setelah peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat serta terus berlanjutnya berbagai peristiwa yang mengancam umat manusia seperti perang sipil, bencana kelaparan, dan epidemi AIDS di berbagai belahan dunia. Peristiwa-peristiwa ini adalah sebuah gejala politik, dimana negara sebagai institusi terpenting dalam masyarakat gagal menjalankan perannya.
Menjawab kegagalan ini, Fukuyama berpendapat bahwa sudah saatnya kita harus memperkuat peran negara. Pada 1980-an, sebagai reaksi atas merebaknya berbagai bentuk statisme, kaum liberal menyodorkan alternatif deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, dan semacamnya. Dengan memangkas intervensi ekonomi negara ke tingkat minimal, didapatlah pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan integrasi pasar. Namun hal ini justru membawa masalah baru: berkurangnya peran negara dalam ekonomi juga melemahkan kapasitas negara untuk melakukan fungsinya yang memang perlu. Dan ini adalah gejala kegagalan negara.
Fukuyama sebenarnya ingin mempertautkan dua tradisi besar. Machiavelli, Hobbes, dan Hegel di satu pihak, serta Adam Smits, Locke, dan Kant di pihak lain. Yang satu mewakili tradisi pemikiran tentang negara, kekuasaan dan otoritas, yang kedua adalah tokoh-tokoh terdepan dalam gagasan tentang kebebasan, otonomi individu, dan moralitas. Kedua tradisi ini sebenarnya terkait dan saling memperkuat. Kebebaan dan kesejahteraan ekonomi tidak mungkin tercapai jika negara tak mampu menjalankan perannya secara efektif. Sebaliknya, negara yang kuat tanpa menjamin kebebasan dan kesejahteraan warganya tidak akan bertahan lama.
I Dimensi Kenegaraan yang Hilang, 1-54
II Negara Lemah & Lubang Hitam Administrasi Negara, 55-118
III Negara Lemah & Legitimasi Internasional, 119-154
IV Lebih Kecil Namun Lebih Kuat, 155-158
Catatan, 159-164.
Tidak tersedia versi lain